Total Pageviews

Thursday, December 01, 2011

Where Have You Been?


Seumpama lukisan, akulah abstrak
yang berdiri diam dengan mata kelam
Lalu engkau  titip  gemintang padanya
sambil bertanya,
"Where have you been?"
Menyaru Picasso engkau lukisku
dengan rupa emosi, ikon, simbol,
dan secuil katakata, kuat dan hidup:
"Aku mencintaimu, karena aku mencintaimu!
bukan karena kau mencintaiku"*
"Where have you been?"
Akulah pendar semesta pelangi yang mampu biaskan beribu cahaya
sebab engkau ada!
Sampai saat itu mencabikcabik lukisan cinta
 hingga compang camping kini
Atmaku menoleh padaNya dan bertanya,
Wahai, Sang Maha Cinta, kemanakah Cinta?



Monday, November 21, 2011

BERHENTI

seperti daundaun yang digugurkan pohon itu
seperti bintangbintang yang dilahap malam itu
seperti buihbuih yang digulung gelombang itu
seperti  bungabunga yang melepas kelopaknya itu
seperti tetestetes embun yang jatuhkan pagi itu
tak ada tersisa


katakan bagaimana aku melupakanmu!
aku gugu...

Tuesday, November 15, 2011

Serenade Perempuan Kuta

Simpulsimpul waktu mengatur sejarah disini
Dari keheningan surgawi hingga turunnya para Dewata
Dan elok pulaumu bahkan tak indahkan hari
Matari bergeser dari ujung barat ke ujung mata
lalu sembunyi di balik horizon Kuta
lelah yang berbaur keringat dan aroma Tequila
menyaru angin menghembus semua luka
perlahan, lembut, aman, damai, terkendali
:selayak seorang perempuan

sekali lagi, "Sing ken ken, dek..."
hanya ujar mujarab penawar nestapa
Betapa hidup tak peduli ketakmampuan kita
;pada kebodohan, kelaparan, kemalasan, kefakiran
Betapapun masa berusaha adil
sekali lagi, "Sing ken ken, dek.."
ini titah para majikan dari Sentra Indonesia Raya
mereka yang mengusahakan kuasa
atas tanah ini menghisap jengkal demi jengkal
hingga ke dasar bumi para Dewa
Atas nama kemanusiaan mereka coba memanusiakan manusia
mengulur tangan Tuhan seraya manipulasi semesta
mengumbar janjijanji hingga mampu membungkam
hingga menjadi kesewenangan

"Sing ken ken, dek"...


pada pinggir pantai Kuta, September 2011


KEPADA RUANG SEPI

Duduk disini, kita bicara tentang waktu
sesuatu saat seperti diburu
atau lupa pada kalbu
lalu jam dinding terpaku
(tapi tik, tok, tik, tok, tik, tok, tik...... tok itu seakan bertalu!)
kau pahat satusatu
pada bencahbencah batu
yang tak pernah mimpi jadi abu

Mengapa kau gelitik jiwaku yang beradu
lalu kau buatnya bisu?
tidak bisakah sekali waktu
seperti angin lalu?


Baiklah! aku tak pernah menang atasmu
bertaruh terus tentang waktu

:kau selalu hadir disitu!

Monday, November 14, 2011

DI SEBUAH BERANDA SENJA

Rinai itu berdesik perlahan
Meski diatas langit bergulung
Bersama angin melantunkan nyanyian guruh dan petir
Lalu beribu titik berdentang jatuh
Kekalkan cakap pada kenangan
Menautkan dirimu padanya
Ah, biar kucincang fantasi itu
Dan aku menanti
Diamdiam disini

2011/11/14

Friday, November 11, 2011

Tepi Arcadia

Semua yang indah darimu
Menjejak lagi, mungkin mencari mesin waktu
Indah mematri mimpi; aku menyulam masa depan
(Yang diamdiam kurajut dalam lipatan rembulan)

Engkau bawakan sejumput rindu
Mengalir tenang meski bak dejavu

(Jejak yang tanpa jejak, seperti mimpi yang tak kumimpi)

Aku berkaca diriku dalam dirimu
Gerimis malam jatuh, kau genggam jemariku
Ada asa disitu; menguap atau terendap

Bilur sesal tak mampu hapus rindumu pada masa lalu, kekasih
Jadi larungkan saja semuanya, biar kita masih menatap
Kini yang nanti ungkapkan kisahkisah
Walau masih lindap

Jika begitu, biar kuajak engkau ke Arcadia...
Disana, indah tak lagi nisbi
Meniup kita ke Romansa
Dan musim semi yang tak pernah pergi

:serumpun mawar, kelopak dafodil yang menguning,  mahkota geranium berganti warna, ;merah, jingga, putih, violet
:aroma jasmin yang  meruap
Indah itu abadi

Dan kita menyebrangi pelangi....


Jkt, 11.11.11





Thursday, November 03, 2011

Rinai November Suatu Sore

Mari bertanya pada gerimis
Atau angin yang perlahan berembus di pelipis
Pada senja yang membentang pelangi
Biaskan warna warna mimpi
Seolah ajakan melukis langit

atau semesta dan segenap kosmik
berkonspirasi memajangmajang mozaik
hingga singkirkan kutub beku
hingga luluh meremas waktu

Dan akupun lelah dengan semua tanda
:"Apakah kita ditakdirkan bersama?"


Jkt,  03/11/2011










Sunday, October 30, 2011

Cerita Pencakar Langit Jakarta

Sekian banyak yang terjadi
Ada hirau, ada abai
Bukankah hidup seperti diacak?
Setiap kita tak berhak berkehendak
Dan kita hanya sepenggal menikmati madunya
Ataukah racunnya?
(Ini cerita pencakar langit Jakarta)

Seperti gegap dengan gedunggedung
Sesak bersama panas menjulang
selaksa berlomba menggapai langit
yang kian berlari sengit
dan bising jalan riuhi gendang telinga
menutup nurani yang tak lagi peka
Aromanya menikam ulu hati
para penadah nasib yang setia menanti
Siang merambat perlahan menggapai
anak-anak awan menyambut senja
menelikung angin siap tebarkan rintik nada

disebaliknya,
anak-anak negeri ini berpapar
:"kami jungkir balik, demi sesuap nasi, walau badan ini tlah terbakar"

tangantangan membuka jelas
wajahwajah penuh peluh memelas
upaya samakan kelas
kasta sosial atas
yang berhak membahas
meski kita sering tak ikhlas

sementara di ruang suite gedung ini
para korporasi minta kolaborasi
dengan antekantek penggadai ini negeri
rampok seluruh isi pertiwi
bahkan amuk di ujung timur negeri
masih berseteru dan terabai
mereka berkata,
"kamilah sungguh pahlawan,
yang berhak warisi negeri ini,
harap jauhi kami,
biar sejalan dan kompak dan niscaya kerja kami,
agar citra tak terganti
oleh mereka yang bermimpi
menjadi pemimpin negeri!"


Jkt, 30.10.2011


Wednesday, October 12, 2011

Ketika Perempuan

Ceritakan padaku, wahai gemintang
tentang seorang perempuan
yang berjuang
melawan malam
terseokseok mengejar segenggam
koin dan kembalian
demi anakanak lahir dari rahim
yang boleh suci, boleh jahanam
yang tak acuh terhadap siang
mengumpul angan dan harapan
menumpu kehendak atas kehendak
menyapu malu atas rajam
entah mimpi atau lamunan
entah sempat ceracaukan gumam

"kugadai dimana harga ini raga?"

Ceritakan padaku, wahai serangga malam
tentang perempuanperempuan malam
yang tanpa tau nasibnya entah malang
berlari mencari memegang
cercah nisbi segenggam berlian
tanpa henti mengais buram
masa depan yang hilang
atau mengeja langit legam
tanpa tau burungburung yang pulang
adalah keniscayaan
sedang anganangan pun tlah terbang

terangkan padaku, wahai rembulan
tidakkah mereka berkaca malam
yang walau hitam tetap pendarkan nilam?
yang pasti ada kilau setelah kelam?
bahwa hidup adalah ujian
atas sebuah kemerdekaan
ada bentangan:
ada nasib yang curam
ada si untung dan si buntung
namun hidup adalah pilihan

:membelenggu atau dibelenggu

Tuesday, March 15, 2011

PENDEKATAN KORELASIONAL

A.Pendahuluan
Dalam ranah penelitian kuantitatif, pendekatan korelasional adalah suatu pendekatan umum untuk penelitian yang berfokus pada penaksiran kovariasi antara variabel yang muncul secara alami. Kata korelasional berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris correlation dan menjadi correlational artinya saling berhubungan atau hubungan timbal balik. Sebuah correlation atau korelasi adalah suatu uji statistik untuk menentukan tendensi atau pola dari dua variable atau lebih atau dua set data yang bervariasi secara konsisten. Dalam ilmu statistika istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antara dua variable atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel dikenal dengan istilah multivariate correlation (Creswell, 2008). Dalam kasus yang hanya memiliki dua variabel, ini berarti bahwa dua variabel berbagi varian yang sama, atau mereka bervariasi bersama-sama(co-vary). Untuk menentukan bahwa dua variabel bervariasi-bersama (co-vary), memiliki dasar matematika yang agak rumit (Damin, 2002; Creswell, 2008, Johnson, 1996).
B. Tujuan Penelitian Korelasional
Tujuan diadakannya penelitian korelasional adalah untuk mengidentifikasi hubungan prediktif dengan teknik korelasi atau teknik statatistik yang lebih canggih. (Zechmester dalam Emzir,2007:37). Sacara khusus, tujuan penelitian korelasional adalah: (1) untuk mencari bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antarvariabel, (2) bila sudah ada hubungan, untuk melihat tingkat keeratan hubungan antarvariabel, dan (3) untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti (meyakinkan/significant) atau tidak berarti (tidak berarti/insignificant) (Muhidin dan Abdurrahman, 2007:105).
Statistik yang menganalisis data penelitian korelasional sebagai hubungan linear adalah koefisien product- moment correlation. Ini juga disebut bivariate correlation (seperti disebut diatas), zero-order correlation, atau r, dan disimbolkan dengan “r” untuk notasinya. Bagi para peneliti korelasional, data korelasi akan dikalkulasikan dari dua variable dengan mengalikan jumlah z pada X dan Y untuk tiap kasus lalu dibagi dengan hasil dari jumlah kasus kemudian dikurangi satu.
Peneliti korelasi meneliti hubungan antara variabel-variabel karena penelitian korelasional memerlukan penelitian analisis dengan cermat yang harus dibedakan dari penelitian eksperimental, di mana variabel-variabel dan kondisi dimanipulasi dan dikendalikan, sehingga efek dari satu variabel pada variabel lain dapat diidentifikasi. Dalam penelitian di bidang pendidikan, biasanya yang terjadi adalah sejumlah variabel berkontribusi terhadap hasil tertentu. Untuk alasan ini, peneliti korelasional berurusan dengan data yang merujuk kepada peristiwa-peristiwa dan kegiatan yang telah terjadi, dan akan terjadi tanpa adanya intervensi dari peneliti. Perbedaan kadang-kadang dibuat antara korelasi dan asosiasi, di mana yang pertama berkaitan dengan variabel kontinyu (nilai skala memiliki lebih dari dua titik di atasnya), dan yang kedua berkaitan dengan variabel dikotomis (skala nilai-nilai yang hanya memiliki dua titik di atasnya).
Lebih jauh, peneliti korelasional menggunakan desain ini untuk menghubungkan antara dua variable atau lebih untuk melihat apakah keduanya mempunyai pengaruh satu sama lain, seperti contoh dalam hubungan antara guru yang mendukung perkembangan tahapan pengajaran dalam kelas dan penggunaan bahasa untuk pengajaran membaca. Desain penelitian ini juga memungkinkan peneliti untuk meramalkan suatu hasil, seperti prediksi bahwa kemampuan, kualitas sekolah, motivasi siswa, dan akademik mempengaruhi pencapaian murid, dan sebagainya.
Paralel dengan ini, pendekatan korelasional telah menjadi aspek utama dalam penelitian bahasa. Pendekatan tersebut tidak hanya digunakan oleh para peneliti bahasa, tetapi juga oleh para psikolog, sosiolog, sosiolinguis dan para peneliti di bidang kependidikan. Istilah korelasi tidak merujuk pada bagaimana seorang peneliti mengumpulkan data, tetapi merujuk pada jenis pertanyaan penelitian yang diajukan, bagaimana data direpresentasikan dan jenis teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
C. Kawasan Penelitian Bahasa
Sebab tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya, sehingga contoh rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian korelasional antara lain; “Bagaimana hubungan antara latar belakang kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu?” “Bagaimana hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?” “Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam bahasa kedua?” Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Sementara untuk penelitian korelasional yang berkaitan dengan lebih dari dua variable atau penelitian korelasional multivariate, contohnya adalah mahasiswa yang diajarkan bahasa Spanyol dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apa sajakah faktor-faktor afektif yang dihubungkan dengan partisipasi oral dalam kelas? Apakah keikutsertaan mahasiswa dalam partisipasi oral berhubungan erat dengan kemampuannya dalam kelas?
Singkatnya, penelitian korelasional dalam penelitian bahasa dilakukan dalam suatu usaha memperoleh pemahaman faktor-faktor atau variabel yang berhubungan dengan variabel yang kompleks, seperti hasil belajar akademik, motivasi, dan konsep diri. Bahwa dalam penelitian korelasional membantu peneliti untuk mengidentifikasi variabel yang berhubungan dengan variabel terikat dan menyingkirkan pengaruhnya yang tidak akan bercampur dengan varibel bebas.
D. Ciri-Ciri Penelitian Korelasional
Ada beberapa ciri utama penelitian korelasional yang harus diketahui oleh seorang calon dan peneliti korelasional (Damin, 2002; Creswell, 2008).
a. Variable yang diteliti relative rumit; tidak dapat dieksperimentasikan dan dimanipulasikan,
b. Mengukur variable yang berhubungan secara serentak dalam situasi realistic
c. Koefisien korelasi yang ingin dicari adalah positif atau negative, sigifikan atau tidak signifikan
d. Satu atau lebih variable disebut variable bebas (independent variable/s) dan satu atau lebih variable terikat (dependent variable/s).

E. Kriteria Menganalisa Penelitian Korelasional
Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu dalam menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.
1. Persoalan apakah yang menjadi objek penelitian?
2. Dalam konteks apakah penelitian itu dilakukan?
3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partisipan dalam penelitian? Berapa dan bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan reliabilitas) alat ukurnya?
6. Analisis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai yang dilakukan sudah tepat?
8. Kontribusi apa yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita terhadap faktor sosial dan faktor Kontekstual dalam pembelajaran bahasa kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pemelajaran bahasa kedua dalam berbagai konteks formal?
F. Jenis-jenis Desain Penelitian Korelasional
Bertahun-tahun yang lalu, para penulis metode penelitian menetapkan penelitian korelasional sebagai salah satu "desain" kuantitatif. Dengan aplikasi canggih dan prosedur korelasi yang eksplisit, penelitian korelasional mendapat tempat di antara desain-desain yang ada dalam penelitian kuantitatif. Namun, tampaknya para ahli agak berbeda pendapat dalam mengklasifikasi dan mengelompokkan jenis rancangan penelitian korelasional. Shaughnessy dan Zechmeiser (dalam Emzir, 2008) menyatakan ada 5 jenis desain penelitian korelasional yaitu a) korelasi bivariat, b) korelasi regresi dan prediksi, c) regresi jamak, d)analisis factor, dan e) korelasi yang dibuat untuk membuat kesimpulan kausal. Sementara Creswell (2008) menyatakan hanya ada dua desain utama penelitian korelasional yaitu eksplanatori (explanatory) dan prediksi (prediction). Meskipun para ahli mengelompokkan rancangan penelitian korelasional agak berbeda, namun pada prinsipnya pengklasifikasian tersebut hanya berpijak pada pandangan yang berbeda dan penamaan yang berbeda. Terlebih lagi isu yang dibahas pada umumnya sama atau hampir sama.
Selanjutnya, dalam penamaannya berbagai ahli merujuk penelitian ini sebagai penelitian "relasional"(hubungan) (Cohen & Manion, 1994 dalam Creswell, 2008), "studi accounting-for- variance" (Punch, 1998 dalam Creswell, 2008) atau penelitian "explanatory" (Frankel & Wallen, 2000 dalam Creswell, 2008). Karena salah satu tujuan dasar dari bentuk penelitian korelasi ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara atau di antara variabel, maka akan digunakan istilah penelitian eksplanatori. Desain penelitian eksplanatori adalah desain korelasional di mana peneliti tertarik pada sejauh mana dua variabel (atau lebih) bersama-bervariasi/co-vary, yaitu, di mana perubahan dalam satu variabel tercermin dalam perubahan yang lain. Desain penelitian eksplanatori terdiri dari asosiasi yang sederhana antara dua variabel (misalnya, rasa humor dan kinerja dalam bidang drama) atau lebih dari dua (misalnya, tekanan dari teman atau perasaan isolasi yang berkontribusi terhadap pesta).
Bagaimana mengidentifikasinya sebagai penelitian korelasional eksplanatori? Karakteristik yang umum untuk kedua desain ini adalah:
a) Desain Explanatory
Desain eksplanatori adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana dua variable atau lebih berhubungan. Pada kenyataannya, desain ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu hubungan sederhana atau simple association (Creswell, 2008) atau korelasi bivariat (Shaughnessy & Zechmeiser, 2000 dalam Emzir, 2008) dan atau hubungan lebih dari dua variable (multiple correlation) (Sugiyono, 2008).
Karakteristik desain eksplanatori adalah:
 Peneliti mengkorelasikan dua variabel atau lebih. Peneliti melaporkan uji statistik korelasi dan menyebutkan penggunaan beberapa variabel. Variabel ini secara khusus disebutkan dalam pernyataan tujuan, pertanyaan penelitian, atau tabel prosedur pelaporan statistik.
 Peneliti mengumpulkan data pada satu titik waktu. Bukti untuk prosedur ini akan ditemukan dalam administrasi instrumen "in one sitting" kepada siswa. Dalam penelitian explanatory, para peneliti tidak tertarik baik di masa lalu atau kinerja peserta.
 Peneliti menganalisis semua peserta sebagai satu kelompok. Dibandingkan dengan sebuah eksperimen yang melibatkan kelompok-kelompok atau perlakuan beberapa kondisi, peneliti mengumpulkan skor dari hanya satu kelompok dan tidak membagi kelompok menjadi kategori (atau faktor).
 Peneliti memperoleh setidaknya dua nilai untuk setiap individu dalam kelompok-satu untuk setiap variabel. Dalam metode diskusi, peneliti korelasi akan menyebutkan berapa banyak skor yang dikumpulkan dari masing-masing peserta.
 Peneliti melaporkan penggunaan uji statistik korelasi (atau merupakan perpanjangan) dalam analisis data. Ini adalah fitur dasar dari jenis penelitian ini.
 Para peneliti membuat interpretasi atau menarik kesimpulan dari hasil uji statistik. Penting untuk dicatat bahwa kesimpulan tidak menetapkan hubungan sebab-akibat (atau inferensi kausal) karena peneliti hanya dapat menggunakan kontrol statistik (misalnya, kontrol atas variabel dengan menggunakan prosedur statistik) daripada kontrol yang lebih ketat secara fisik mengubah kondisi (yaitu, seperti dalam percobaan).
b) Desain Prediksi
Dalam sebuah desain prediksi, peneliti berusaha untuk mengantisipasi hasil-hasil dengan menggunakan variabel-variabel tertentu sebagai alat prediksi, bukan hanya berkaitan dengan dua variabel pada suatu waktu atau kompleks seperti dalam contoh terakhir. Sebagai contoh, pengawas dan kepala sekolah perlu untuk mengidentifikasi guru yang akan berhasil di sekolah mereka. Untuk memilih guru yang memiliki peluang bagus untuk sukses, para administrator dapat mengidentifikasi prediktor keberhasilan dengan menggunakan penelitian korelasi. Desain prediksi, oleh karena itu, berguna karena membantu mengantisipasi atau meramalkan perilaku masa depan.
Tujuan dari desain prediksi adalah untuk mengidentifikasi variabel yang akan memprediksi hasil atau kriteria. Dalam bentuk penelitian, penyelidik mengidentifikasi satu atau lebih variabel prediktor dan kriteria (atau hasil) variabel. Sebuah variabel prediksi adalah variabel yang digunakan untuk membuat ramalan tentang hasil penelitian di penelitian korelasi. Dalam kasus memprediksikan keberhasilan guru dalam sekolah, alat tes yang mungkin dipakai "mentoring" selama pelatihan guru atau "bertahun-tahun dari pengalaman mengajar". Dalam banyak penelitian prediksi, para peneliti sering menggunakan lebih dari satu variabel prediktor.
Hasil yang diprediksikan dalam penelitian korelasi disebut variabel kriteria. Sebagai contoh, keberhasilan guru adalah variabel kriteria.
Untuk mengidentifikasi penelitian dengan desain prediksi, karakteristiknya adalah sebagai berikut:
 Penulis akan mengikutkan kata prediksi dalam judulnya
 Peneliti akan mengukur variable predictor secara khusus pada satu waktu, dan variable criteria pada kesempatan lain
 Penulis akan memprediksikan performansi di masa datang
G. Variabel dalam Penelitian Korelasional
Variabel adalah "karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya memiliki dua nilai, dan bisanya lebih" (Smith & Glass, 1987, hlm. 12). Variabel merupakan aspek yang sangat penting dalam penelitian korelasional. Semakin meningkat varian, akan semakin gampang untuk memperkirakan skor dari variabel independen terhadap variabel dependen. Contoh berikut bagaimana menentukan variabel yaitu misalkan dalam penelitian pemerolehan bahasa, kecemasan saat menulis dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1 sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung. Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan dalam menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program. Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Jika penelitian korelasional dalam bentuk sederhana hanya menghubungkan dua variable, pertanyaan akan muncul jika ada lebih dari dua variable. Dalam hal ini, kondisi penelitian bahasa penuh dengan fenomena kompleks sehingga penelitian korelasional yang sederhana tak dapat menjawab factor penting lainnya. Akibatnya, kebanyakan penelitian korelasional ternyata menjadi multivariate.
Dalam penelitian korelasional model ini, peneliti menentukan hakikat hubungan dan magnitude antara variable ganda/multiple dengan melakukan sejumlah analisis statistic yang kompleks. Penelitian yang mengambil variable yang kompleks demikian memiliki keuntungan lebih dari penelitian korelasiona bivariate, dalam hal potensi yang dimiliki penelitian multivariate terhadap validitas lebih besar (Kamil, Langer & Shanahan, 1985 dalam Johnnson, 1992). Karena mempertimbangkan banyak variable, penelitian multivariate lebih akurat dalam merepresentasikan kompleksitas situasi pembelajaran bahasa yang nyata. Seperti contoh dapat dilihat dalam penelitian Ely (1986 dalam Johnson, 1992) tentang mahasiswa asing yang belajar bahasa Spanyol. Variabel penelitian ini mencakup; Hubungan antara Mahasiswa, Partisipasi Kelas, Kemampuan, Karakteristik Afektif dan Hasil Belajar. Sementara variable yang multivariate adalah; Ketaknyamanan, Pengambilan Resiko, Sikap, Sosialisasi dan Motivasi.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah seperti; “Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua?” tidak dalam bentuk “Apakah kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa kedua?” Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; “Bagaimana hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa kedua?” dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti; “Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan pemahaman bacaan yang lebih baik?”
H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Di antara cara yang paling sering dipakai untuk mengumpulkan data adalah berbagai jenis pengukuran (measures) kemahiran bahasa (yang meliputi listening, speaking, reading dan writing), test kemampuan akademik, pengamatan kuantitatif atas pemakaian bahasa, angket dan skala sikap. Di antara cara yang paling sering dipakai untuk mengumpulkan data adalah berbagai jenis pengukuran (ukuran) kemahiran bahasa (yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis), tes kemampuan akademik, pengamatan kuantitatif atas pemakaian bahasa, angket dan skala sikap.
Penelitian korelasional pada hakikatnya adalah kuantitatif. Hal ini karena konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang menghasilkan kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Hal ini karena konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang menghasilkan kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Angka-angka tersebut, yang diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu konstruk, selanjutnya dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian korelasional merupakan persoalan yang krusial. Angka-angka tersebut, yang diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu konstruk, selanjutnya dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian korelasional merupakan persoalan krusial. Berikut ini adalah pengertian dasar mengenai konsep validitas dan reliabilitas.

I. Validitas
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa suatu alat ukur atau instrumen penelitian dianggap valid jika ia mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, seorang peneliti bermaksud untuk mengukur kecakapan bahasa kedua dalam bentuk lisan atau oral, yang selanjutnya hendak dikorelasikan dengan kemajuan akademik di SMU. Untuk mengukur kecakapan atau kemahiran bahasa kedua, seorang peneliti bisa menggunakan atau merekam hasil interview dengan para siswanya dan kemudian menganalisisnya sesuai dengan kriteria fonologi. Seorang siswa dapat memiliki kecakapan dalam vocabulary, sintaksis dan penulisan, tetapi kurang mahir dalam pengucapan. Interview – yang tidak lain adalah salah satu bentuk dari tes pronunciation –bukanlah merupakan alat ukur yang valid untuk mengukur semua kecakapan berbahasa. Interview mempunyai fungsi yang sedikit, karena interview tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai kemahiran berbahasa. Wawancara mempunyai fungsi yang sedikit, karena wawancara tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai kemahiran berbahasa. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skor dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah konstruk yang dimaksudkan peneliti untuk diukur. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skor dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah konstruk yang dimaksudkan peneliti untuk diukur. Validitas bukanlah segala-galanya, walupun kadang-kadang validitas yang tinggi menjadi tujuan yang harus diwujudkan.
J. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari tingkat ketepatan (accuracy) atau konsistensinya. Ada beberapa sumber kesalahan yang dapat mengurangi ketepatan alat ukur. Pada evaluasi sebuah program dua bahasa, saya mengamati hasil test “konsep diri” yang diikuti oleh para mahasiswa tingkat dua secara tertulis. Tes tersebut diselenggarakan oleh seorang dosen terhadap sekelompok mahasiswa yang berjumlah 20 orang. Sebagian mahasiswa sibuk mengerjakan dengan jawaban-jawaban memutar di luar kertas kerja yang seharusnya. Problem semacam ini merupakan salah satu dari banyak sumber kekeliruan yang dapat membuat skor tidak terpakai dalam penelitian ataupun dalam pengambilan kebijakan. Soal semacam ini merupakan salah satu dari banyak sumber kekeliruan yang dapat membuat skor tidak terpakai dalam penelitian ataupun dalam pengambilan kebijakan.
Kebanyakan penelitian bahasa kedua melibatkan observasi perilaku verbal atau penilaian terrhadap tulisan siswa. Kebanyakan penelitian bahasa kedua melibatkan observasi perilaku verbal atau penilaian terrhadap tulisan siswa. Dalam beberapa kasus, sangat penting untuk membuktikan bahwa observasi atau rating adalah reliabel. Caranya adalah dengan menentukan keandalan antar rater (interrater reliability), yang sering disebut juga dengan interobserver reliability atau interjudge reliability. Untuk itu, dua orang atau lebih diminta untuk mengamati fenomena yang sama. Hasil dari pengamatan atau penilaian mereka lalu dibandingkan satu sama lain untuk melihat tingkat persamaan pengamatan mereka. Selanjutnya, peneliti menentukan prosentasi kesepakatan pengamatan mereka dengan mengkorelasikan antar dua rater yang ada, atau dengan menggunakan teknik yang bervariasi untuk memutuskan tingkat konsistensi atau kendalanya atau keajegannya.
Dalam membaca dan menilai hasil penelitian korelasional, sangat penting untuk mengetahui tingkat keajegan suatu alat ukur. Bagaimana caranya? Pertama, peneliti sebaiknya melaporkan bukti bahwa alat ukur (bisa berupa kuesioner, tes maupun yang lain) yang mereka gunakan dalam penelitian korelasi adalah valid dan reliabel. Bukti tersebut mungkin saja berasal dari hasil penelitian sebelumnya. Namun demikian, bukti validitas dan reliabilitas alat ukur sebaiknya dicantumkan dalam laporan penelitian. Hai ini penting, mengingat sebuah alat ukur yang tepat untuk satu kelompok siswa pada situasi tertentu, mungkin tidak tepat digunakan dalam situasiy lain. Oleh karena itu, sebaiknya berusaha untuk membuat suatu alat ukur itu layak digunakan.
K. Bagaimana Melakukan Penelitian Korelasional?
Bagaimana melakukan penelitian korelasional? Perhatikan suatu contoh hipotetis. Mungkin ingin diketahui apakah semakin sering guru bahasa kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji pertanyaan penelitian tersebut, harus didapatkan “hasil pengukuran” dari sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan “hasil pengukuran” tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa kedua. Selanjutnya tentukan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan itulah yang disebut korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985) tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1) keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation atau imla'); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas, melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua peneliti menyimpulkan; “Hasil penelitian kami menegaskan bahwa kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa kata, tata bahasa dan gaya pen ulisan” (Polak & Krashen, 1988, hlm. 145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa kesukaan membaca “menyebabkan” atau “membantu” kebenaran mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari beberapa kelompok mahasiswa.
L. Penerapan Korelasi dalam Penelitian Bahasa (Kawasan Penelitian Bahasa)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian korelasional secara tradisonal diklasifikasikan menjadi dua, yaitu penelitian eksplanatori (explanatory studies) dan penelitian prediksi (prediction studies). Para peneliti bahasa kedua telah mengembangkan teknik-teknik korelasional untuk menyelidiki berbagai macam hubungan. Berikut ini contoh hubungan-hubungan yang bisa diteliti dengan menggunakan teknik korelasi.
Penelitian Eksplanatory (Relationship Studies)
Variabel I Variabel II
Interaksi verbal Kemahiran lisan / Berbicara
Sikap kultural yang integratif Kemahiran global atau menyeluruh
Kompetensi Sintaksis Kompetensi Sosiolinguistik
Penggunaan strategi pembelajaran Prestasi yang didapatkan
Kebenaran mengeja bahasa kedua Kesukaan membaca bahasa kedua
Perhatian pada bentuk Kecemasan dalam menulis/mengarang
Modifikasi input wacana Pemahaman pendengaran

Terhadap masing-masing pasangan variabel di atas, akan muncul pertanyaan, “Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel II). Terhadap pasangan masing-masing variabel di atas, pertanyaannya adalah, "Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel II). Hasil dari penelitian hubungan seringkali digunakan untuk membuat pernyataan atau menilai seputar persoalan-persoalan teoritis dalam pembelajaran bahasa kedua. Salah satu contoh penggunaan penelitian hubungan adalah penelitian tentang faktor-faktor/komponen yang membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi komunikatif atau motivasi belajar bahasa. Salah satu contoh adalah penggunaan penelitian tentang hubungan faktor-faktor/komponen yang membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi komunikatif atau motivasi belajar bahasa.
Dalam penelitian prediksi, peneliti berkonsentrasi pada pengukuran variabel-variabel yang dapat digunakan untuk meramalkan atau memprediksikan variabel lainnya, baik itu pada waktu mendatang atau pada saat bersamaan. Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat pada tabel berikut: Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat pada tabel berikut:

Penelitian Prediksi (Prediction Studies)
Variabel I Variabel 2
Mendiskusikan konsep tentang pengajaran bahasa pertama Prestasi akademik dalam bahasa kedua
Nilai ujian penempatan (placement scores) mengarang Nilai mata kuliah mengarang
Skor ujian TOEFL Keberhasilan dalam perkuliahan di perguruan Tinggi
Skor tes berbicara Keaktifan siswa dalam pembelajaran
Skor kemahiran bahasa lisan Prestasi kemahiran membaca

Topik-topik di atas biasa digunakan untuk memprediksi keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas tertulis di Perguruan Tinggi atau universitas. Asumsi dasarnya adalah bahwa mahasiswa yang memiliki skor TWE (Test of Written English) rendah akan menghadapi kesulitan yang serius dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya di universitas-universitas Amerika Serikat, sebaliknya, mereka yang memiliki skor TWE tinggi akan lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan. Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian prediksi berbentuk antara lain; “Sejauhmana skor TWE bisa menjadi prediksi atas skor atau nilai yang diperoleh mahasiswa internasional dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan mereka yang berbentuk tertulis?” Dalam konteks militer Amerika Serikat, keputusan yang diambil berkaitan dengan penugasan seseorang untuk mengikuti suatu kursus bahasa, mungkin didasarkan pada pengukuran bakat dan prediktor-prediktor lainnya yang bisa mengantarkan pada keberhasilan dalam belajar bahasa asing.
Suatu pertanyaan prediksi yang kompleks dan penting yang bisa mempengaruhi pengambilan kebijakan bisa berupa: “Sejauhmana skor-skor dari prosedur pengukuran kemahiran bahasa yang diamanatkan oleh pemerintah bisa menjadi prediktor atau berhubungan dengan keberhasilan akademik para siswa bahasa kedua di sekolah dasar dan menengah?” Karena skor-skor dari suatu tes tunggal tidak bisa berkorelasi dengan baik dengan kemahiran di masa mendatang, maka guru bisa menggunakan berbagai model pengukuran dan juga bisa mengamati kemahiran siswa dalam berbagai konteks yang berbeda. Dengan demikian, hasil dari penelitian prediksi digunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk pengambilan keputusan berkenaan dengan anjuran dan atau penempatan siswa dalam suatu program bahasa.

Saturday, January 01, 2011

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA KUALITATIF SERTA PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

. Pendahuluan
Dalam penelitian kualitatif proses analisis dan interpretasi data memerlukan cara berfikir kreatif, kritis dan sangat hati-hati. Kedua proses tersebut merupakan proses yang saling terkait dan sangat erat hubungannya. Analisis data merupakan proses untuk pengorganisasian data dalam rangka mendapatkan pola-pola atau bentuk-bentuk keteraturan. Sedangkan interpretasi data adalah proses pemberian makna terhadap pola-pola atau keteraturan-keteraturan yang ditemukan dalam sebuah penelitian.
Data yang terkumpul diharapkan dapat merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Proses penyusunan data dapat berbeda-beda antar peneliti tergantung selera, pengalaman dan kreatifitas berfikir sehingga data yang terkumpul dapat mempengaruhi pemilihan alat analisis data. Dalam penelitian kualitatif tidak ada formula yang pasti untuk menganalisis data seperti formula yang dipakai dalam penelitian kuantitatif.
Namun, pada dasarnya terdapat beberapa kesamaan langkah yang ditempuh untuk menganalisis dan interpretasi data. Proses analisis data diawali dengan menelaah seluruh data yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan kajian dokumen (pustaka). Langkah berikutnya reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi. Abstraksi merupakan upaya membuat rangkuman dari segala data yang ada. Kemudian, menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Pengkategorian ini dilakukan dengan cara koding. Selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan keabsahan data. Langkah terakhir, penafsiran data yang telah untuk diuji (verifikasi) untuk dijadikan teori substansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
Taylor dan Bogdan berpendapat bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah sebuah proses yang terus menerus. Pengumpulan data dan analisis data berjalan bersamaan (hand in hand).

Ii. Pembahasan
A. Analisis dan Interpretasi Data
1. Robert C. Bogdan & Sari Knopp Biklen (2007) ‘Coding’
Analisis data kualitatif adalah proses secara sistematis mencari dan mengolah berbagai data yang bersumber dari wawancara, pengamatan lapangan, dan kajian dokumen (pustaka) untuk menghasilkan suatu laporan temuan penelitian. Sedangkan interpretasi data merujuk pada pengembangan ide-ide atas hasil penemuan untuk kemudian direlasikan dengan kajian teoretik (teori yang telah ada) untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori substansif yang baru dalam rangka memperkaya khazanah ilmu.
Berikut ini merupakan beberapa saran dalam penganalisisan dan interpretasi data menurut Bogdan dan Biklen .
1. Pastikan ranah penelitian yang dipilih dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan peneliti. Hal ini meliputi pemilihan topik yang sesuai minat, kebermanfaatan hasil penelitian, subjek serta latar penelitian yang jelas dan dapat digapai.
2. Tentukan metode penelitian yang sesuai dengan topik yang dipilih.
3. Bangun pertanyaan analitik. Terdapat dua macam pertanyaan, yakni pertanyaan teoretikal substantif (substantive theoretical questions) (fokus pada subjek dan latar khusus penelitian yang tengah dilakukan) dan pertanyaan teoretikal formal (formal theoretical questions) (tidak berfokus pada subjek dan latar khusus penelitian yang tengah dilakukan, namun bersifat lebih umum).
4. Rencanakan sesi pengumpulan data dengan cermat.
5. Tulis sebanyak mungkin komentar informan atas ide yang peneliti hasilkan berdasarkan temuan penelitian.
6. Catat segala hal yang berhubungan dengan ranah penelitian sebagai hal-hal yang dapat dipelajari lebih lanjut untuk perkembangan topik penelitian baik aspek teori, metode maupun isu substantif.
7. Nilai seberapa akurat dan objektif data yang diambil dari para informan.
8. Mulai bereksplor pada kajian literatur ketika peneliti berada di lapangan.
9. Bermain dengan metafora, analogi dan konsep.
10. Gunakan alat-alat visual seperti grafik dan chart misalnya tabel, matrik dan diagram.
Tahap selanjutnya setelah hal-hal yang disebutkan di atas adalah analisis dan interpretasi setelah pengumpulan data. Bogdan dan Biklen menyebutnya dengan aktivitas ’membangun kategori data’ (developing coding categories).
1. Setting/context codes. Kode yang berisi informasi-informasi yang masih umum tentang latar, topik dan subjek penelitian.
2. Definition of the situation codes. Penempatan unit-unit data yang dapat menunjukkan bagaimana subjek menggambarkan latar dan topik penelitian.
3. Perspectives held by subjects. Kode yang dibentuk berdasarkan alur berpikir subjek terhadap latar dan topik penelitian.
4. Subjects’ ways of thinking about people and objects. Kode yang dibentuk berdasarkan pemahaman subjek terhadap subjek lainnya, subjek terhadap orang luar, dan subjek terhadap objek yang dapat membangun dunia mereka.
5. Process codes. Kata atau frasa yang memfasilitasi pengkategorian urutan kejadian, perubahan dari waktu ke waktu.
6. Activity codes. Kode yang berisi berbagai catatan perilaku dan tindakan yang konstan terjadi.
7. Event codes. Kode yang berisi catatan aktivitas khusus yang terjadi pada latar atau kehidupan subjek penelitian.
8. Stategy codes. Kode yang berisi berbagai strategi yang merujuk pada taktik, metode, manuver, dan sejenisnya yang digunakan oleh subjek.
9. Relationship and social structure codes. Pola-pola perilaku subjek yang tidak ditunjukkan di muka umum yang bersifat ‘hubungan’ (persahabatan, permusuhan, percintaan).
10. Narrative codes. Berisi struktur dan isi pembicaraan yang dikemas menurut versi subjek sendiri yang juga menggambarkan nilai dan kepercayaan sujek.
11. Methods codes. Kode yang berisi prosedur penelitian, masalah-masalah serta suka-dukanya.
Setelah analisis data dilakukan melalui pengkodean, selanjutnya adalah interpretasi data. Dalam hal ini Bogdan dan Biklen menawarkan beberapa saran, antara lain:
1. Mengulas hasil analisis data. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan misalnya apa asumsi dasar interaksi simbolik?, bagaimana temuan data dikorelasikan dengan premis yang telah dirumuskan? apakah cara berfikir peneliti merefleksikan ide-ide tersebut? Atau peneliti mencoba menggunakan kerangka teoretik yang lain? Kerangka apa yang digunakan?
2. Membaca hasil penelitian serupa. Mempelajari bagaimana peneliti lain menggagas konsep, ide dan teorinya, membingkai data-data mereka, apakah perbedaan dan persamaan data yang dihimpun, apa yang terlewat dari temuan penelitian maupun analisis data?
3. Berusaha evaluatif terhadap subjek dan situasi penelitian .
4. Mengajukan beberapa pertanyaan dasar, seperti: apa implikasi temuan penelitian bagi kehidupan sehari-hari peneliti? Bagi orang lain?
5. Berspekulasi terhadap asumsi yang dimiliki oleh subjek, berstrategi bagaimana menginterpretasi temuan.
6. Kemukakan cerita yang mungkin ada untuk menghasilkan pemahaman yang maksimal atas penelitian yang dilakukan.
7. Buatlah laporan penelitian sejelas mungkin.
2. Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss (1990)
‘Constant Comparative Method’
Penyusunan teori yang berasal dari data dapat dilakukan melalui analisis komparatif seperti yang dikemukakan oleh Glaser dan Strauss, meskipun pada awalnya metode ini dikenalkan oleh Weber, Durkheim dan Mannheim. Terdapat empat tahap dalam metode komparatif konstan, yakni 1) membandingkan kejadian yang aplikatif terhadap setiap kategori, 2) mengintegrasi kategori beserta kawasannya, 3) memutuskan batasan teori, dan 4) menulis teori.
Ada beberapa saran yang dapat dilakukan jika menggunakan metode ini untuk menganalisis data penelitian.
1. Mengkaji seluruh data yang terhimpun dengan melihat sumber data yakni wawancara, pengamatan dan dokumen.
2. Menelaah semua indikator dari kategori-kategori yang sedang diamati dalam dokumen dan memberinya kode.
3. Membandingkan kode-kode yang sejenis untuk melihat persamaan dan perbedaan yang muncul antar data yang berkode sama.
4. Kesamaan yang muncul antar kode merupakan bentuk keteraturan yang nantinya dapat diklasifikasikan ke dalam sebuah kategori.
5. Perbedaan yang ada merupakan indikasi bahwa data tersebut terkelompokkan ke dalam kategori yang berbeda.
6. Proses pengkategorian data selesai bila semua data sudah diberi kode dan semua kode sudah dikelompokan ke dalam kategori.
7. Proses analisis data berakhir bila telah ditentukan kategori-kategori tertentu yang merupakan kategori penting (esensial) sedangkan kategori yang lain sebagai kategori penunjang dan menyimpulkan hubungan dari semua ketegori yang ada.





3. Anselm L. Strauss dan Juliet Corbin (1990) ‘Grounded Theory’
Berikut adalah proses analisis data menurut Strauss dan Corbin yang terdiri dari tiga tahap yakni open coding, axial coding dan selective coding yang menghasilkan matriks kondisional, kemudian diakhiri dengan penyusunan teori substantif berdasarkan matriks yang telah disusun dan temuan penelitian.
1. Open Coding
Pada proses open coding (pengkodean terbuka), peneliti membentuk kategori awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi menjadi beberapa kategori (segmen). Di dalam setiap segmen, peneliti berupaya menemukan subsegmen (propertics) dan mencari data untuk membuat dimensi atau memperlihatkan kemungkinan ekstrim pada kontinum subsegmen tersebut.
2. Axial Coding
Dalam axial coding (pengkodean poros), peneliti menyusun data dengan cara baru setelah open coding. Rangkaian data ini disajikan dengan menggunakan paradigma pengkodean atau diagram logika melalui beberapa langkah yakni mengidentifikasi fenomena sentral, menjajaki kondisi kausal (kategori yang memengaruhi fenomena), menspesifikasi strategi-strategi (tindakan atau interaksi yang dihasilkan fenomena sentral), mengidentifikasi konteks dan kondisi yang menengahinya (luas dan sempitnya kondisi yang memengaruhi strategi), dan menggambarkan konsekuensi (hasil strategi).
3. Selective Coding
Pada proses selective coding (pengkodean terpilih), peneliti mengidentifikasi ‘alur cerita’ kemudian mencatatkannya berdasarkan pengintegrasian kategori-kategori yang telah dilakukan pada axial coding. Dalam fase ini proposisi bersyarat (conditional proposition) atau hipotesis dapat dibangun.
4. Pengembangan dan penggambaran secara visual matrik kondisional yang menjelaskan kondisi-kondisi yang memengaruhi fenomena sentral.
Hasil pengumpulan dan analisis data adalah pembentukan teori substantif atas ranah atau bidang yang diteliti. Sampai pada tahap inilah yang disebut sebagai (metode penelitian) grounded theory meskipun kemudian dapat saja dilakukan uji empiris karena variabel atau kategori yang berhasil dihimpun dari data di lapangan memungkinkan untuk dilakukan hal yang demikian. Namun, Creswell mengatakan bahwa penurunan (grounded) suatu teori merupakan studi yang terlegitimasi.

4. James P. Spradley (1980) ‘Analysis: Ethnography’
Pada dasarnya, menurut Spradley, penelitian etnografi menawarkan strategi yang jitu untuk menemukan teori dari dasar berdasarkan data empiris deskripsi budaya danhal ini sejalan dengan temuan Glaser dan Strauss pada 1967 yakni grounded theory. Dalam penelitian etnografi, analisis merupakan suatu proses penemuan pertanyaan. Penganalisisan catatan lapangan perlu dilakukan pada setiap kali data terhimpun. Hal ini dilakukan untuk menentukan langkah maupun data lainnya yang masih diperlukan. Terdapat empat jenis analisis, yakni analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema.
1. Domain Analysis (Analisis Domain)
Untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari subjek penelitian atau situasi sosial. Melalui pertanyaan umum dan rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitian selanjutnya. Semakin banyak domain yang dipilih, semakin banyak waktu penelitian.
2. Taxonomic Analysis (Analisis Taksonomi)
Menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya. Hal ini dilakukan dengan pengamatan yang terfokus.
3. Componential Analysis (Analisis Komponensial)
Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antar elemen. Hal ini dilakukan melalui observasi dan wawancara terseleksi melalui pertanyaan yang mengontraskan.
4. Discovering Cultural themes (Analisis Tema Budaya)
Mencari hubungan di antara domain dan hubungan dengan keseluruhan yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
Proses analisis dan interpretasi melibatkan pengujian disiplin, pemahaman kreatif, dan perhatian cermat pada tujuan penelitian. Dua langkah ini secara konseptual merupakan proses yang terpisah. Proses analisis dimulai dengan perakitan materi-materi mentah dan pengambilan suatu tinjauan mendalam atau gambaran totaldari proses keseluruhan. Analisis adalah proses pengurutan data, penyusunan data ke dalam pola-pola, kategori, dan satuan deskriptif dasar. Strategi reduksi data merupakan hal yang amat penting dalam hal ini. Sementara, interpretasi data melibatkan pengikatan makna dan signifikansi kepada analisis, penjelasan pola deskriptif, melihat pada hubungan dan keterkaitan di antara dimensi-dimensi deskriptif.

5. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1984) ‘Matrix’
Menurut Miles dan Huberman, terdapat enam metode utama yang berguna untuk menganalisis data pada saat pengumpulan data, yakni:
1. Contact Summary Sheet
Suatu kertas kerja yang berisi serangkaian fokus penelitian atau pertanyaan-pertanyaan penelitian. Peneliti mengulas kembali hasil catatan lapangan dan mencoba menjawabnya dengan singkat untuk mengembangkan kesimpulan secara keseluruhan.
2. Codes and Coding
Pengkodean seluruh catatan lapangan yang telah disusun (kategorisasi). Pengkodean ini didasarkan atas pertanyaan penelitian yang muncul, hipotesis, konsep kunci, dan tema-tema penting atau esensial Kode-kode tersebut diorganisasi sedemikian rupa agar dapat dikelompokkan berdasarkan segmen-segmen yang berhubungan dengan pertanyaan yang telah dirumuskan. Pengelompokkan ini erat kaitannya dengan tahapan analisis.
3. Pattern Coding
Disebut juga dengan pengkodean inferensial atau penjelasan (explanatory) yakni merupakan cara mengelompokkan kesimpulan-kesimpulan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih kecil berupa tema atau konstruk. Setelah tema, pola dan penjelasan dari latar telah diidentifikasi, peneliti mengumpulkan data untuk dimasukkan kedalam satuan-satuan analisis yang esensial dan bermakna (meta-code). Langkah pertama pengkodean adalah sebagai alat menyimpulkan segmen-segmen data.
4. Memoing
Memo dalam hal ini bukan hanya merupakan data yang terhimpun dari penelitian , namun mereka merupakan satu kesatuan yang saling terkait yang merepresentasikan suatu konsep yang utuh.
5. Site Analysis Meeting
Peneliti berupaya melakukan ‘pertemuan’ dengan informan dan anggota lainnya untuk menyimpulkan kondisi dan keadaan lapangan. Pertemuan ini diarahkan oleh serangkaian pertanyaan yang diajukan kemudian dijawab dan dicatat selama pertemuan berlangsung.
6. Interim Site Summary
Berisi sintesis atas pengetahuan yang berhasil didapat oleh peneliti di lapangan. Aktivitas dalam analisis model ini antara lain memeriksa hal-hal yang mungkin luput dari penelitian, kilas balik temuan dan menentukan langkah penelitian selanjutnya.
Secara umum analisis data dan interpretasi data dengan cara matrik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu deskripsi tunggal dan deskripsi ganda. Deskripsi tunggal digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasi data yang berasal dari suatu hasil pengamatan, baik berupa individu, kelas atau kelompok, sedangkan deskripsi ganda digunakan untuk menganalisis pengamatan ganda dan mencoba membandingkan antara hasil pengamatan yang sama dengan lainnya. Tidak ada patokan yang pasti dalam pembuatan matrik, peneliti dapat membuat matrik sendiri sesuai dengan tujuan penelitiannya. Berikut ini beberapa yang dapat dipertimbangkan untuk membangun tampilan matrik .
a. Matriks deskripsi
Matrik di bawah ini berisi deskripsi pengamatan. Sebuah matrik mungkin juga berisi penjelasan data bila matrik tersebut memuat ide-ide peneliti termasuk interpretasi peneliti terhadap suatu kejadian. Jenis matrik semacam itu disebut matrik deskripsi.
b. Matriks perbandingan
Matrik perbandingan berisi data pengamatan ganda atau perbandingan berdasarkan dua hal, dapat berupa metode, motivasi, atau aspek lain yang sengaja dikontraskan oleh peneliti. Untuk membandingkan kedua metode, misalnya, peneliti dapat menggunakan ranah jenis kelamin, cara koreksi atau ranah yang lain.
c. Matriks pola atau matrik aspek
Matrik pola atau matrik aspek menggambarkan data yang tersusun berdasarkan pola-pola atau aspek-aspek yang diperoleh berdasarkan data yang diperoleh di lapangan.
d. Matriks pola kronologis
Matrik menggambarkan data yang tersusun berdasarkan urutan waktu (kronologis).

6. John W. Creswell (2008)
Sebelum data dianalisis, peneliti melakukan pengorganisasian data yang dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu: 1) membangun sebuah matrik atau tabel sumber. 2) mengorganisasikan materi/data berdasarkan tipe data misalnya pengamatan, wawancara, dokumen dan data visual (foto, video). Hal ini juga dapat dilakukan berdasarkan partisipan (informan) dan latar penelitian. 3) menyimpan salinan seluruh data.
Setelah data diorganisasikan dan ditranskrip (proses pengalihan data mentah ke dalam bentuk narasi/teks data), selanjutnya peneliti mengeksplorasi data yakni upaya untuk mendapatkan gambaran umum, ide dan pemikiran yang lebih dalam untuk menentukan apakah data telah memadai dan tepat.
Pengkodean data merupakan langkah penting lainnya. Secara garis besar proses pengkodean menurut Creswell yakni: 1) membaca data secara keseluruhan. 2) membagi/memilah data ke dalam segmen-segmen. 3) menamai segmen dengan kode. 4) mengurangi tumpang tindih kode dan kode yang tidak penting. 5) menurunkan kode ke dalam tema-tema.
Creswell serta Bogdan dan Biklen memaparkan contoh-contoh kode yang berisi berbagai topik antara lain: latar dan konteks, perspektif partisipan, cara berfikir partisipan tentang objek dan orang, proses, aktivitas, strategi, hubungan dan struktur sosial.
Interpretasi data adalah upaya peneliti memaknai data yang dapat ditempuh dengan cara meninjau kembali gejala-gejala berdasarkan sudut pandangnya, perbandingan dengan penelitian yang pernah dilakukan (misanya oleh peneliti lain). Kajian interpretasi ini melibatkan beberapa hal yang penting dalam sebuah penelitian yaitu berupa ‘diskusi’, ‘kesimpulan’, dan ‘implikasi’ seperti: kilas balik temuan utama dan bagaimana pertanyaan penelitian terjawab, refleksi peneliti terhadap makna data, pandangan peneliti yang dikontraskan dengan kajian literatur (teoretik), batasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.

7. John W. Creswell dan Vicky L. Plano Clark (2007)
‘Mixed Method Research’
Analisis data dalam mixed method research dilakukan berdasarkan metode penelitian yang digabungkan, yakni metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Ini untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam mix method resesearch. Sehingga pertanyaan yang ada berhubungan dengan tipe desain yang digunakan yang tentu saja dalam menganalisis juga berbeda berdasarkan desain penelitiannya.
Selanjutnya prosedur analisis data dalam mixed method research sebagai berikut:
1. Menyiapkan data
Langkah ini dimulai dengan memindahkan data mentah kedalam format yang dipakai baik itu untuk penelitian kuantitatif, maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif berarti scoring data dengan mengkuantifikasi nilai numerik setiap jawaban, meniadakan data yang eror dalam database, menciptakan variabel baru yang diperlukan.
Sedangkan untuk penelitian kualitatif, langkahnya adalah dengan mengorganisasi data/dokumen/data visual untuk dianalisis, lalu mentranskripsikan data/teks/hasil interview setelah wawancara atau observasi kedalam word-processing untuk selanjutnya dianalisis. Selama proses ini peneliti mengecek transkrip untuk akurasi data, kemudian mengi-inputnya kedalam program software seperti MAXqda, Atlas.ti, NVivo atau HyperRESEARCH.
2. Mengeksplorasi data
Untuk eksplorasi data, data yang diperoleh dalam penelitian kuantitatif dianalisa secara deskriptif. Misalnya, menghitung median, deviasi standar, dan varian jawaban tiap nomor yang muncul dalam instrument atau checklist agar dapat ditentukan trendnya, juga agar peneliti dapat menentukan normal tidaknya distribusi data.
Sementara dalam penelitian kualitatif, langkahnya adalah membaca dengan lebih teliti data yang ada, dengan menulis memo pendek di margin tiap transkrip wawancara, catatan lapangan, jurnal, minutes of meetings, atau gambar. Pada tahap ini pula, codebook kualitatif dapat dikembangkan.
3. Menganalisis data
Dalam penelitian kuantitatif, langkah pertama dalam menganalisis data adalah memilih uji statistik yang tepat. Pemilihan uji statistik sangat ditentukan oleh pertanyaan penelitian dan hipotesis peneliti, misalnya, apakah menggambarkan tren, membandingkan, atau mengkorelasikan. Uji statistik juga ditentukan dari jumlah variabel bebas dan terikat, tipe skala yang digunakan mengukur variabel, dan apakah populasinya telah terdistribusi secara normal atau tidak.
Sedangkan prosedur dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan coding/pengkodean data, membagi teks ke dalam unit kecil seperti frasa, kalimat dan paragraph, lalu memberi label ke tiap unit kecil tadi. Setelah itu mengelompokkan kode ke dalam tema atau kategori, lalu menghubungkan tema atau kategori tersebut atau mengabstraksikannya ke dalam tema yang lebih kecil. Terakhir adalah koding data yang dapat dilakukan dengan program analisis data untuk kualitatif.
4. Mempresentasikan analisis data
Langkah yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif adalah dengan mempresentasikan temuan penelitian dalam bentuk ringkasan yaitu berupa pernyataan temuan, dan menyediakan temuan dalam bentuk tabel dan gambar.
Namun dalam penelitian kualitatif, presentasi temuan penelitian dilakukan dalam bentuk mendiskusikan tema atau kategori yang dipakai, kemudian juga menyiapkannya secara visual dalam bentuk model, gambar dan tabel.
5. Memvalidasi data
Validasi data dilakukan dengan memakai standar external, lalu memvalidasi dan memeriksa reliabilitas skor dari instrument yang lama, kemudian menentukan validitas dan reliabilitas data. Walaupun validasi data berbeda dalam kedua penelitian, tetapi tujuan keduanya adalah sama yakni memeriksa kualitas data dan temuannya.
Dalam penelitian kuantitatif, validitas berarti bahwa peneliti mampu menyimpulkan hasil yang berdasarkan temuan ke populasi, dan reliabilitas bermakna skor dari partisipan selalu bersifat konsisten dan stabil.
Dalam penelitian kualitatif, vaidasi data dilakukan dari hasil analisis peneliti dan informasi partisipan di lapangan dan juga penguji luar. Reliabilitas berperan kecil dalam penelitian kualitatif dan sangat tergantung pada reliabilitas pemberi kode dalam menganalisis kode teks yang diteliti. Sehingga, dalam langkah selanjutnya, validasi data dilakukan dengan memakai pendekatan member checking, triangulasi, dan peer review.

B. kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Data (Trustworthiness)
1. Kriteria Keterpercayaan Data
Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah interpretasi dan temuan penelitian akurat. Validasi temuan dalam penelitian kualitatif menurut Guba dalam Mills meliputi beberapa kriteria, yakni: Credibility, Transferability, Dependability dan Cofirmability.
Credibility (kredibilitas) digunakan untuk mengatasi kompleksitas data yang tidak mudah untuk dijelaskan oleh sumber data, peneliti harus berpartisipasi aktif dalam melakukan tindakan, berada di latar penelitian sepanjang waktu penelitian (prolonged participation at study site), guna menghindari adanya bias dan persepsi yang salah. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan tindakan secara aktif (pada Metode Penelitian Tindakan (MPT) misalnya mengajar), Dengan demikian semua masalah dapat diatasi langsung di lapangan. Melakukan observasi yang cermat (persistent observation) untuk mengamati perilaku informan (siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung), diskusi dengan sejawat selama proses penelitian berlangsung (peer debriefing).
Transferability (keteralihan) merupakan konsep validitas yang menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan penelitian dapat berlaku atau diterapkan pada konteks lain yang berkarakteristik sama (representatif). Hal ini juga dilakukan untuk membuktikan bahwa setiap data sesuai konteks artinya peneliti membuat deskripsi data secara detail dan mengembangkannya sesuai konteks.
Dependability (kebergantungan) untuk menunjukkan stabilitas data, peneliti memeriksa data dari beberapa metode yang digunakan sehingga tidak terjadi perbedaan antara data yang satu dengan yang lain.
Confirmability (kepastian) untuk menunjukkan netralitas dan objektivitas data, peneliti dapat menggunakan jurnal guna melakukan refleksi terhadap data yang dikumpulkan.

b. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Data
Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah interpretasi dan temuan penelitian akurat. Validasi temuan menurut Creswell berarti bahwa peneliti menentukan keakuratan dan kredibilitas temuan melalui beberapa strategi, antara lain member checking. triangulasi dan auditing.
1. Member checking
Peneliti perlu mengecek temuannya dengan partisipan demi keakuratan temuan. Member checking adalah proses peneliti mengajukan pertanyaan pada satu atau lebih partisipan untuk tujuan seperti yang telah dijelaskan di atas. Aktivitas ini juga dilakukan untuk mengambil temuan kembali pada partisipan dan menanyakan pada mereka baik lisan maupun tertulis tentang keakuratan laporan penelitian. Pertanyaan dapat meliputi berbagai aspek dalam penelitian tersebut, misalnya apakah deskripsi data telah lengkap, apakah interpretasi bersifat representatif dan dilakukan tanpa kecenderungan.
2. Triangulasi
Merupakan proses penyokongan bukti terhadap temuan, analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan peneliti yang berasal dari: 1) individu (informan) yang berbeda (guru dan murid), 2) tipe atau sumber data (wawancara, pengamatan dan dokumen), serta 3) metode pengumpulan data (wawancara, pengamatan dan dokumen).
3. External Audit
Untuk menghindari bias atas hasil temuan penelitian, peneliti perlu melakukan cek silang dengan seseorang di luar penelitian. Seseorang tersebut dapat berupa pakar yang dapat memberikan penilaian imbang dalam bentuk pemeriksaan laporan penelitian yang akurat. Hal ini menyangkut deskripsi kelemahan dan kekuatan penelitian serta kajian aspek yang berbeda dari hasil temuan penelitian. Schwandt dan Halpern memberikan gambaran pertanyaan yang dapat diajukan oleh auditor, antara lain:
1. Apakah temuan berdasarkan data?
2. Apakah simpulan yang dihasilkan logis?
3. Apakah tema tepat?
4. Sejauhmana peneliti melakukan bias?
5. Strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan kredibilitas?
Sementara itu, Michael Quinn Patton mengajukan beberapa teknik pemeriksaan keterpercayaan data yang lebih bervariasi, antara lain:
1. Perpanjangan keikutsertaan
Hal ini berarti bahwa peneliti berada pada latar penelitian pada kurun waktu yang dianggap cukup hingga mencapai titik jenuh atas pengumpulan data di lapangan. Waktu akan berpengaruh pada temuan penelitian baik pada kualitas maupun kuantitasnya. Terdapat beberapa alasan dilakukannya teknik ini, yaitu untuk membangun kepercayaan informan/subjek dan kepercayaan peneliti sendiri, menghindari distorsi (kesalahan) dan bias, serta mempelajari lebih dalam tentang latar dan subjek penelitian.
2. Ketekunan pengamatan
Mengandung makna mencari secara konsisten dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif dan menemukan ciri-ciri dan unsur yang relevan dengan fokus penelitian untuk lebih dicermati. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan kedalaman penelitian yang maksimal.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap temuan data. Denzin dalam Moleong mengajukan empat macam triangulasi: sumber, metode, penyidik dan teori.
4. Pengecekan sejawat
Mengekspos hasil penelitian kepada sejawat dalam bentuk diskusi untuk menghasilkan pemahaman yang lebih luas, komprehensif, dan menyeluruh. Hal ini perlu dilakukan agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan jujur atas temuan, dapat menguji hipotesis kerja yang telah dirumuskan, menggunakannya sebagai alat pemgembangan langkah penelitian selanjutnya serta sebagai pembanding.
5. Kajian kasus negatif
Dilakukan dengan cara mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai pembanding.
7. Uraian rinci
Teknik ini berkaitan erat dengan kriteria keteralihan, yakni peneliti dapat menuliskan interpretasi data atau laporan temuan sejelas dan secermat mungkin sehingga dapat menggambarkan konteks yang sesungguhnya agar pada gilirannya dapat digunakan pada konteks lain yang sejenis (berkarakteristik sama)
8. Auditing
Teknik ini berkaitan erat dengan kriteria kebergantungan dan kepastian data. Hal itu dilakukan terhadap proses dan hasil penelitian. Proses auditing terdiri dari: pra-entri, penetapan hal-hal yang dapat diaudit, kesepakatan formal dan penentuan keabsahan data.