Total Pageviews

Tuesday, March 15, 2011

PENDEKATAN KORELASIONAL

A.Pendahuluan
Dalam ranah penelitian kuantitatif, pendekatan korelasional adalah suatu pendekatan umum untuk penelitian yang berfokus pada penaksiran kovariasi antara variabel yang muncul secara alami. Kata korelasional berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris correlation dan menjadi correlational artinya saling berhubungan atau hubungan timbal balik. Sebuah correlation atau korelasi adalah suatu uji statistik untuk menentukan tendensi atau pola dari dua variable atau lebih atau dua set data yang bervariasi secara konsisten. Dalam ilmu statistika istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antara dua variable atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel dikenal dengan istilah multivariate correlation (Creswell, 2008). Dalam kasus yang hanya memiliki dua variabel, ini berarti bahwa dua variabel berbagi varian yang sama, atau mereka bervariasi bersama-sama(co-vary). Untuk menentukan bahwa dua variabel bervariasi-bersama (co-vary), memiliki dasar matematika yang agak rumit (Damin, 2002; Creswell, 2008, Johnson, 1996).
B. Tujuan Penelitian Korelasional
Tujuan diadakannya penelitian korelasional adalah untuk mengidentifikasi hubungan prediktif dengan teknik korelasi atau teknik statatistik yang lebih canggih. (Zechmester dalam Emzir,2007:37). Sacara khusus, tujuan penelitian korelasional adalah: (1) untuk mencari bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antarvariabel, (2) bila sudah ada hubungan, untuk melihat tingkat keeratan hubungan antarvariabel, dan (3) untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti (meyakinkan/significant) atau tidak berarti (tidak berarti/insignificant) (Muhidin dan Abdurrahman, 2007:105).
Statistik yang menganalisis data penelitian korelasional sebagai hubungan linear adalah koefisien product- moment correlation. Ini juga disebut bivariate correlation (seperti disebut diatas), zero-order correlation, atau r, dan disimbolkan dengan “r” untuk notasinya. Bagi para peneliti korelasional, data korelasi akan dikalkulasikan dari dua variable dengan mengalikan jumlah z pada X dan Y untuk tiap kasus lalu dibagi dengan hasil dari jumlah kasus kemudian dikurangi satu.
Peneliti korelasi meneliti hubungan antara variabel-variabel karena penelitian korelasional memerlukan penelitian analisis dengan cermat yang harus dibedakan dari penelitian eksperimental, di mana variabel-variabel dan kondisi dimanipulasi dan dikendalikan, sehingga efek dari satu variabel pada variabel lain dapat diidentifikasi. Dalam penelitian di bidang pendidikan, biasanya yang terjadi adalah sejumlah variabel berkontribusi terhadap hasil tertentu. Untuk alasan ini, peneliti korelasional berurusan dengan data yang merujuk kepada peristiwa-peristiwa dan kegiatan yang telah terjadi, dan akan terjadi tanpa adanya intervensi dari peneliti. Perbedaan kadang-kadang dibuat antara korelasi dan asosiasi, di mana yang pertama berkaitan dengan variabel kontinyu (nilai skala memiliki lebih dari dua titik di atasnya), dan yang kedua berkaitan dengan variabel dikotomis (skala nilai-nilai yang hanya memiliki dua titik di atasnya).
Lebih jauh, peneliti korelasional menggunakan desain ini untuk menghubungkan antara dua variable atau lebih untuk melihat apakah keduanya mempunyai pengaruh satu sama lain, seperti contoh dalam hubungan antara guru yang mendukung perkembangan tahapan pengajaran dalam kelas dan penggunaan bahasa untuk pengajaran membaca. Desain penelitian ini juga memungkinkan peneliti untuk meramalkan suatu hasil, seperti prediksi bahwa kemampuan, kualitas sekolah, motivasi siswa, dan akademik mempengaruhi pencapaian murid, dan sebagainya.
Paralel dengan ini, pendekatan korelasional telah menjadi aspek utama dalam penelitian bahasa. Pendekatan tersebut tidak hanya digunakan oleh para peneliti bahasa, tetapi juga oleh para psikolog, sosiolog, sosiolinguis dan para peneliti di bidang kependidikan. Istilah korelasi tidak merujuk pada bagaimana seorang peneliti mengumpulkan data, tetapi merujuk pada jenis pertanyaan penelitian yang diajukan, bagaimana data direpresentasikan dan jenis teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
C. Kawasan Penelitian Bahasa
Sebab tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya, sehingga contoh rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian korelasional antara lain; “Bagaimana hubungan antara latar belakang kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu?” “Bagaimana hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?” “Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam bahasa kedua?” Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Sementara untuk penelitian korelasional yang berkaitan dengan lebih dari dua variable atau penelitian korelasional multivariate, contohnya adalah mahasiswa yang diajarkan bahasa Spanyol dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apa sajakah faktor-faktor afektif yang dihubungkan dengan partisipasi oral dalam kelas? Apakah keikutsertaan mahasiswa dalam partisipasi oral berhubungan erat dengan kemampuannya dalam kelas?
Singkatnya, penelitian korelasional dalam penelitian bahasa dilakukan dalam suatu usaha memperoleh pemahaman faktor-faktor atau variabel yang berhubungan dengan variabel yang kompleks, seperti hasil belajar akademik, motivasi, dan konsep diri. Bahwa dalam penelitian korelasional membantu peneliti untuk mengidentifikasi variabel yang berhubungan dengan variabel terikat dan menyingkirkan pengaruhnya yang tidak akan bercampur dengan varibel bebas.
D. Ciri-Ciri Penelitian Korelasional
Ada beberapa ciri utama penelitian korelasional yang harus diketahui oleh seorang calon dan peneliti korelasional (Damin, 2002; Creswell, 2008).
a. Variable yang diteliti relative rumit; tidak dapat dieksperimentasikan dan dimanipulasikan,
b. Mengukur variable yang berhubungan secara serentak dalam situasi realistic
c. Koefisien korelasi yang ingin dicari adalah positif atau negative, sigifikan atau tidak signifikan
d. Satu atau lebih variable disebut variable bebas (independent variable/s) dan satu atau lebih variable terikat (dependent variable/s).

E. Kriteria Menganalisa Penelitian Korelasional
Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu dalam menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.
1. Persoalan apakah yang menjadi objek penelitian?
2. Dalam konteks apakah penelitian itu dilakukan?
3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partisipan dalam penelitian? Berapa dan bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan reliabilitas) alat ukurnya?
6. Analisis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai yang dilakukan sudah tepat?
8. Kontribusi apa yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita terhadap faktor sosial dan faktor Kontekstual dalam pembelajaran bahasa kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pemelajaran bahasa kedua dalam berbagai konteks formal?
F. Jenis-jenis Desain Penelitian Korelasional
Bertahun-tahun yang lalu, para penulis metode penelitian menetapkan penelitian korelasional sebagai salah satu "desain" kuantitatif. Dengan aplikasi canggih dan prosedur korelasi yang eksplisit, penelitian korelasional mendapat tempat di antara desain-desain yang ada dalam penelitian kuantitatif. Namun, tampaknya para ahli agak berbeda pendapat dalam mengklasifikasi dan mengelompokkan jenis rancangan penelitian korelasional. Shaughnessy dan Zechmeiser (dalam Emzir, 2008) menyatakan ada 5 jenis desain penelitian korelasional yaitu a) korelasi bivariat, b) korelasi regresi dan prediksi, c) regresi jamak, d)analisis factor, dan e) korelasi yang dibuat untuk membuat kesimpulan kausal. Sementara Creswell (2008) menyatakan hanya ada dua desain utama penelitian korelasional yaitu eksplanatori (explanatory) dan prediksi (prediction). Meskipun para ahli mengelompokkan rancangan penelitian korelasional agak berbeda, namun pada prinsipnya pengklasifikasian tersebut hanya berpijak pada pandangan yang berbeda dan penamaan yang berbeda. Terlebih lagi isu yang dibahas pada umumnya sama atau hampir sama.
Selanjutnya, dalam penamaannya berbagai ahli merujuk penelitian ini sebagai penelitian "relasional"(hubungan) (Cohen & Manion, 1994 dalam Creswell, 2008), "studi accounting-for- variance" (Punch, 1998 dalam Creswell, 2008) atau penelitian "explanatory" (Frankel & Wallen, 2000 dalam Creswell, 2008). Karena salah satu tujuan dasar dari bentuk penelitian korelasi ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara atau di antara variabel, maka akan digunakan istilah penelitian eksplanatori. Desain penelitian eksplanatori adalah desain korelasional di mana peneliti tertarik pada sejauh mana dua variabel (atau lebih) bersama-bervariasi/co-vary, yaitu, di mana perubahan dalam satu variabel tercermin dalam perubahan yang lain. Desain penelitian eksplanatori terdiri dari asosiasi yang sederhana antara dua variabel (misalnya, rasa humor dan kinerja dalam bidang drama) atau lebih dari dua (misalnya, tekanan dari teman atau perasaan isolasi yang berkontribusi terhadap pesta).
Bagaimana mengidentifikasinya sebagai penelitian korelasional eksplanatori? Karakteristik yang umum untuk kedua desain ini adalah:
a) Desain Explanatory
Desain eksplanatori adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana dua variable atau lebih berhubungan. Pada kenyataannya, desain ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu hubungan sederhana atau simple association (Creswell, 2008) atau korelasi bivariat (Shaughnessy & Zechmeiser, 2000 dalam Emzir, 2008) dan atau hubungan lebih dari dua variable (multiple correlation) (Sugiyono, 2008).
Karakteristik desain eksplanatori adalah:
 Peneliti mengkorelasikan dua variabel atau lebih. Peneliti melaporkan uji statistik korelasi dan menyebutkan penggunaan beberapa variabel. Variabel ini secara khusus disebutkan dalam pernyataan tujuan, pertanyaan penelitian, atau tabel prosedur pelaporan statistik.
 Peneliti mengumpulkan data pada satu titik waktu. Bukti untuk prosedur ini akan ditemukan dalam administrasi instrumen "in one sitting" kepada siswa. Dalam penelitian explanatory, para peneliti tidak tertarik baik di masa lalu atau kinerja peserta.
 Peneliti menganalisis semua peserta sebagai satu kelompok. Dibandingkan dengan sebuah eksperimen yang melibatkan kelompok-kelompok atau perlakuan beberapa kondisi, peneliti mengumpulkan skor dari hanya satu kelompok dan tidak membagi kelompok menjadi kategori (atau faktor).
 Peneliti memperoleh setidaknya dua nilai untuk setiap individu dalam kelompok-satu untuk setiap variabel. Dalam metode diskusi, peneliti korelasi akan menyebutkan berapa banyak skor yang dikumpulkan dari masing-masing peserta.
 Peneliti melaporkan penggunaan uji statistik korelasi (atau merupakan perpanjangan) dalam analisis data. Ini adalah fitur dasar dari jenis penelitian ini.
 Para peneliti membuat interpretasi atau menarik kesimpulan dari hasil uji statistik. Penting untuk dicatat bahwa kesimpulan tidak menetapkan hubungan sebab-akibat (atau inferensi kausal) karena peneliti hanya dapat menggunakan kontrol statistik (misalnya, kontrol atas variabel dengan menggunakan prosedur statistik) daripada kontrol yang lebih ketat secara fisik mengubah kondisi (yaitu, seperti dalam percobaan).
b) Desain Prediksi
Dalam sebuah desain prediksi, peneliti berusaha untuk mengantisipasi hasil-hasil dengan menggunakan variabel-variabel tertentu sebagai alat prediksi, bukan hanya berkaitan dengan dua variabel pada suatu waktu atau kompleks seperti dalam contoh terakhir. Sebagai contoh, pengawas dan kepala sekolah perlu untuk mengidentifikasi guru yang akan berhasil di sekolah mereka. Untuk memilih guru yang memiliki peluang bagus untuk sukses, para administrator dapat mengidentifikasi prediktor keberhasilan dengan menggunakan penelitian korelasi. Desain prediksi, oleh karena itu, berguna karena membantu mengantisipasi atau meramalkan perilaku masa depan.
Tujuan dari desain prediksi adalah untuk mengidentifikasi variabel yang akan memprediksi hasil atau kriteria. Dalam bentuk penelitian, penyelidik mengidentifikasi satu atau lebih variabel prediktor dan kriteria (atau hasil) variabel. Sebuah variabel prediksi adalah variabel yang digunakan untuk membuat ramalan tentang hasil penelitian di penelitian korelasi. Dalam kasus memprediksikan keberhasilan guru dalam sekolah, alat tes yang mungkin dipakai "mentoring" selama pelatihan guru atau "bertahun-tahun dari pengalaman mengajar". Dalam banyak penelitian prediksi, para peneliti sering menggunakan lebih dari satu variabel prediktor.
Hasil yang diprediksikan dalam penelitian korelasi disebut variabel kriteria. Sebagai contoh, keberhasilan guru adalah variabel kriteria.
Untuk mengidentifikasi penelitian dengan desain prediksi, karakteristiknya adalah sebagai berikut:
 Penulis akan mengikutkan kata prediksi dalam judulnya
 Peneliti akan mengukur variable predictor secara khusus pada satu waktu, dan variable criteria pada kesempatan lain
 Penulis akan memprediksikan performansi di masa datang
G. Variabel dalam Penelitian Korelasional
Variabel adalah "karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya memiliki dua nilai, dan bisanya lebih" (Smith & Glass, 1987, hlm. 12). Variabel merupakan aspek yang sangat penting dalam penelitian korelasional. Semakin meningkat varian, akan semakin gampang untuk memperkirakan skor dari variabel independen terhadap variabel dependen. Contoh berikut bagaimana menentukan variabel yaitu misalkan dalam penelitian pemerolehan bahasa, kecemasan saat menulis dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1 sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung. Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan dalam menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program. Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Jika penelitian korelasional dalam bentuk sederhana hanya menghubungkan dua variable, pertanyaan akan muncul jika ada lebih dari dua variable. Dalam hal ini, kondisi penelitian bahasa penuh dengan fenomena kompleks sehingga penelitian korelasional yang sederhana tak dapat menjawab factor penting lainnya. Akibatnya, kebanyakan penelitian korelasional ternyata menjadi multivariate.
Dalam penelitian korelasional model ini, peneliti menentukan hakikat hubungan dan magnitude antara variable ganda/multiple dengan melakukan sejumlah analisis statistic yang kompleks. Penelitian yang mengambil variable yang kompleks demikian memiliki keuntungan lebih dari penelitian korelasiona bivariate, dalam hal potensi yang dimiliki penelitian multivariate terhadap validitas lebih besar (Kamil, Langer & Shanahan, 1985 dalam Johnnson, 1992). Karena mempertimbangkan banyak variable, penelitian multivariate lebih akurat dalam merepresentasikan kompleksitas situasi pembelajaran bahasa yang nyata. Seperti contoh dapat dilihat dalam penelitian Ely (1986 dalam Johnson, 1992) tentang mahasiswa asing yang belajar bahasa Spanyol. Variabel penelitian ini mencakup; Hubungan antara Mahasiswa, Partisipasi Kelas, Kemampuan, Karakteristik Afektif dan Hasil Belajar. Sementara variable yang multivariate adalah; Ketaknyamanan, Pengambilan Resiko, Sikap, Sosialisasi dan Motivasi.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah seperti; “Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua?” tidak dalam bentuk “Apakah kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa kedua?” Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; “Bagaimana hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa kedua?” dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti; “Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan pemahaman bacaan yang lebih baik?”
H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Di antara cara yang paling sering dipakai untuk mengumpulkan data adalah berbagai jenis pengukuran (measures) kemahiran bahasa (yang meliputi listening, speaking, reading dan writing), test kemampuan akademik, pengamatan kuantitatif atas pemakaian bahasa, angket dan skala sikap. Di antara cara yang paling sering dipakai untuk mengumpulkan data adalah berbagai jenis pengukuran (ukuran) kemahiran bahasa (yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis), tes kemampuan akademik, pengamatan kuantitatif atas pemakaian bahasa, angket dan skala sikap.
Penelitian korelasional pada hakikatnya adalah kuantitatif. Hal ini karena konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang menghasilkan kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Hal ini karena konstruk diukur dengan menggunakan teknik-teknik yang menghasilkan kesimpulan numerik atau berbentuk angka. Angka-angka tersebut, yang diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu konstruk, selanjutnya dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian korelasional merupakan persoalan yang krusial. Angka-angka tersebut, yang diasumsikan sebagai wujud representasi dari suatu konstruk, selanjutnya dianalisis. Oleh karena itu, validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian korelasional merupakan persoalan krusial. Berikut ini adalah pengertian dasar mengenai konsep validitas dan reliabilitas.

I. Validitas
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa suatu alat ukur atau instrumen penelitian dianggap valid jika ia mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, seorang peneliti bermaksud untuk mengukur kecakapan bahasa kedua dalam bentuk lisan atau oral, yang selanjutnya hendak dikorelasikan dengan kemajuan akademik di SMU. Untuk mengukur kecakapan atau kemahiran bahasa kedua, seorang peneliti bisa menggunakan atau merekam hasil interview dengan para siswanya dan kemudian menganalisisnya sesuai dengan kriteria fonologi. Seorang siswa dapat memiliki kecakapan dalam vocabulary, sintaksis dan penulisan, tetapi kurang mahir dalam pengucapan. Interview – yang tidak lain adalah salah satu bentuk dari tes pronunciation –bukanlah merupakan alat ukur yang valid untuk mengukur semua kecakapan berbahasa. Interview mempunyai fungsi yang sedikit, karena interview tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai kemahiran berbahasa. Wawancara mempunyai fungsi yang sedikit, karena wawancara tidak dapat mengukur aspek-aspek penting dari berbagai kemahiran berbahasa. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skor dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah konstruk yang dimaksudkan peneliti untuk diukur. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skor dalam indikator tersebut cukup memadai sebagai sebuah konstruk yang dimaksudkan peneliti untuk diukur. Validitas bukanlah segala-galanya, walupun kadang-kadang validitas yang tinggi menjadi tujuan yang harus diwujudkan.
J. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari tingkat ketepatan (accuracy) atau konsistensinya. Ada beberapa sumber kesalahan yang dapat mengurangi ketepatan alat ukur. Pada evaluasi sebuah program dua bahasa, saya mengamati hasil test “konsep diri” yang diikuti oleh para mahasiswa tingkat dua secara tertulis. Tes tersebut diselenggarakan oleh seorang dosen terhadap sekelompok mahasiswa yang berjumlah 20 orang. Sebagian mahasiswa sibuk mengerjakan dengan jawaban-jawaban memutar di luar kertas kerja yang seharusnya. Problem semacam ini merupakan salah satu dari banyak sumber kekeliruan yang dapat membuat skor tidak terpakai dalam penelitian ataupun dalam pengambilan kebijakan. Soal semacam ini merupakan salah satu dari banyak sumber kekeliruan yang dapat membuat skor tidak terpakai dalam penelitian ataupun dalam pengambilan kebijakan.
Kebanyakan penelitian bahasa kedua melibatkan observasi perilaku verbal atau penilaian terrhadap tulisan siswa. Kebanyakan penelitian bahasa kedua melibatkan observasi perilaku verbal atau penilaian terrhadap tulisan siswa. Dalam beberapa kasus, sangat penting untuk membuktikan bahwa observasi atau rating adalah reliabel. Caranya adalah dengan menentukan keandalan antar rater (interrater reliability), yang sering disebut juga dengan interobserver reliability atau interjudge reliability. Untuk itu, dua orang atau lebih diminta untuk mengamati fenomena yang sama. Hasil dari pengamatan atau penilaian mereka lalu dibandingkan satu sama lain untuk melihat tingkat persamaan pengamatan mereka. Selanjutnya, peneliti menentukan prosentasi kesepakatan pengamatan mereka dengan mengkorelasikan antar dua rater yang ada, atau dengan menggunakan teknik yang bervariasi untuk memutuskan tingkat konsistensi atau kendalanya atau keajegannya.
Dalam membaca dan menilai hasil penelitian korelasional, sangat penting untuk mengetahui tingkat keajegan suatu alat ukur. Bagaimana caranya? Pertama, peneliti sebaiknya melaporkan bukti bahwa alat ukur (bisa berupa kuesioner, tes maupun yang lain) yang mereka gunakan dalam penelitian korelasi adalah valid dan reliabel. Bukti tersebut mungkin saja berasal dari hasil penelitian sebelumnya. Namun demikian, bukti validitas dan reliabilitas alat ukur sebaiknya dicantumkan dalam laporan penelitian. Hai ini penting, mengingat sebuah alat ukur yang tepat untuk satu kelompok siswa pada situasi tertentu, mungkin tidak tepat digunakan dalam situasiy lain. Oleh karena itu, sebaiknya berusaha untuk membuat suatu alat ukur itu layak digunakan.
K. Bagaimana Melakukan Penelitian Korelasional?
Bagaimana melakukan penelitian korelasional? Perhatikan suatu contoh hipotetis. Mungkin ingin diketahui apakah semakin sering guru bahasa kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji pertanyaan penelitian tersebut, harus didapatkan “hasil pengukuran” dari sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan “hasil pengukuran” tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa kedua. Selanjutnya tentukan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan itulah yang disebut korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985) tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1) keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation atau imla'); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas, melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua peneliti menyimpulkan; “Hasil penelitian kami menegaskan bahwa kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa kata, tata bahasa dan gaya pen ulisan” (Polak & Krashen, 1988, hlm. 145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa kesukaan membaca “menyebabkan” atau “membantu” kebenaran mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari beberapa kelompok mahasiswa.
L. Penerapan Korelasi dalam Penelitian Bahasa (Kawasan Penelitian Bahasa)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian korelasional secara tradisonal diklasifikasikan menjadi dua, yaitu penelitian eksplanatori (explanatory studies) dan penelitian prediksi (prediction studies). Para peneliti bahasa kedua telah mengembangkan teknik-teknik korelasional untuk menyelidiki berbagai macam hubungan. Berikut ini contoh hubungan-hubungan yang bisa diteliti dengan menggunakan teknik korelasi.
Penelitian Eksplanatory (Relationship Studies)
Variabel I Variabel II
Interaksi verbal Kemahiran lisan / Berbicara
Sikap kultural yang integratif Kemahiran global atau menyeluruh
Kompetensi Sintaksis Kompetensi Sosiolinguistik
Penggunaan strategi pembelajaran Prestasi yang didapatkan
Kebenaran mengeja bahasa kedua Kesukaan membaca bahasa kedua
Perhatian pada bentuk Kecemasan dalam menulis/mengarang
Modifikasi input wacana Pemahaman pendengaran

Terhadap masing-masing pasangan variabel di atas, akan muncul pertanyaan, “Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel II). Terhadap pasangan masing-masing variabel di atas, pertanyaannya adalah, "Bagaimana hubungan antara (variabel I) dengan (variabel II). Hasil dari penelitian hubungan seringkali digunakan untuk membuat pernyataan atau menilai seputar persoalan-persoalan teoritis dalam pembelajaran bahasa kedua. Salah satu contoh penggunaan penelitian hubungan adalah penelitian tentang faktor-faktor/komponen yang membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi komunikatif atau motivasi belajar bahasa. Salah satu contoh adalah penggunaan penelitian tentang hubungan faktor-faktor/komponen yang membentuk suatu fenomena yang kompleks seperti kompetensi komunikatif atau motivasi belajar bahasa.
Dalam penelitian prediksi, peneliti berkonsentrasi pada pengukuran variabel-variabel yang dapat digunakan untuk meramalkan atau memprediksikan variabel lainnya, baik itu pada waktu mendatang atau pada saat bersamaan. Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat pada tabel berikut: Beberapa topik penelitian jenis ini bisa dilihat pada tabel berikut:

Penelitian Prediksi (Prediction Studies)
Variabel I Variabel 2
Mendiskusikan konsep tentang pengajaran bahasa pertama Prestasi akademik dalam bahasa kedua
Nilai ujian penempatan (placement scores) mengarang Nilai mata kuliah mengarang
Skor ujian TOEFL Keberhasilan dalam perkuliahan di perguruan Tinggi
Skor tes berbicara Keaktifan siswa dalam pembelajaran
Skor kemahiran bahasa lisan Prestasi kemahiran membaca

Topik-topik di atas biasa digunakan untuk memprediksi keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas tertulis di Perguruan Tinggi atau universitas. Asumsi dasarnya adalah bahwa mahasiswa yang memiliki skor TWE (Test of Written English) rendah akan menghadapi kesulitan yang serius dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya di universitas-universitas Amerika Serikat, sebaliknya, mereka yang memiliki skor TWE tinggi akan lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan. Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian prediksi berbentuk antara lain; “Sejauhmana skor TWE bisa menjadi prediksi atas skor atau nilai yang diperoleh mahasiswa internasional dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan mereka yang berbentuk tertulis?” Dalam konteks militer Amerika Serikat, keputusan yang diambil berkaitan dengan penugasan seseorang untuk mengikuti suatu kursus bahasa, mungkin didasarkan pada pengukuran bakat dan prediktor-prediktor lainnya yang bisa mengantarkan pada keberhasilan dalam belajar bahasa asing.
Suatu pertanyaan prediksi yang kompleks dan penting yang bisa mempengaruhi pengambilan kebijakan bisa berupa: “Sejauhmana skor-skor dari prosedur pengukuran kemahiran bahasa yang diamanatkan oleh pemerintah bisa menjadi prediktor atau berhubungan dengan keberhasilan akademik para siswa bahasa kedua di sekolah dasar dan menengah?” Karena skor-skor dari suatu tes tunggal tidak bisa berkorelasi dengan baik dengan kemahiran di masa mendatang, maka guru bisa menggunakan berbagai model pengukuran dan juga bisa mengamati kemahiran siswa dalam berbagai konteks yang berbeda. Dengan demikian, hasil dari penelitian prediksi digunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk pengambilan keputusan berkenaan dengan anjuran dan atau penempatan siswa dalam suatu program bahasa.