Total Pageviews

Friday, November 13, 2009

Menggugah langit


Oh, derap kaki pagi membaur riang mengejari siang
yang sekejap mengganti aroma rumput dan embun yang
tipistipis dan
telah menggeser malam pekat dengan
silih gantinya
tanyatanya terencana
di gedung bundar, di sel sel mewah, diwarung-warung

Aku termangu,

Lihat! anakanak negri ini gundah, dan aku berdiri menjinjit jari
Sebab mata lahir batin yang terbatas,
Tak mampu lagi memapar simbolsimbol atau
Mentesakan ini dan meng antitesakan itu

Mereka, anakanak negri ini,
Yang dibuai dunia baru,
Dunia antah berantah yang seketika terbangkan mereka dari dunia nyata
Tlah bermimpi melawan sang kuasa yang,
Tak lagi sekedar mimpi

Menghujat para lalim dan cukongcukong super duper yang
aruhi keputusan, dari RI 1 hingga RI tonga
membelalakkan matamata dari sabang hingga merauke
mengejutkan jiwajiwa kosong dan hilang nyali hingga sadarkan bahwa,
masih ada nurani yang bisa bicara:

“wahai semua leluhur-leluhur nusantara,
Hari ini kami berkumpul membangunkan petinggipetinggi tanah ini
Yang tetap haus dan lapar meskipun dahaga selesai dan perut gembul “
“wahai semua pahlawan yang tersebut namanya dengan tinta sejarah
Bantulah kami lepaskan diri dari penjajah
Materialisme dan borok kapitalisme ”

Namun, seketika aku terpekur,
Pantaskah kami memanggil semua arwah kalian,wahai para leluhur?
Akankah dengan menyeru namamu akan selesai hingar bingar negri ini?
Pantaskah hanya doadoa belaka yang terucap,yang mungkin aliri begitu saja lidah ini?
Ataukah kami tinggal menunggu tsunami raksasa berikut yang akan menggulung dan menyisakan tiada
Yang tinggalkan alibialibi kosong dan orasiorasi melompong?

Dan Rendra akan bangkit dan sekali lagi dengan lantang memanggil hatihati kaum muda yang murni dengan darah segar dan berkalikali menyumpah:
“Dengan puisi ini aku bersaksi:
Bahwa hati nurani ini mesti dibakar
Tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bisa bersemi
Meski sudah ditebang putus di batang”*

Mohon ampun, wahai semua baginda leluhur!

*Dari puisi W.S. Rendra, “Rayu Rayu Santi”
Jakarta, 8 Nopember, 2009

No comments: