Menerobos jalanjalan lebar Jakarta, serasa Menyeruput sinarsinar lampu yang hobi menghabiskan pekat dan kilau bintangnya malammu. Hangat, memukau dan melepas dahaga.Bermilmil terukur dengan rodaroda waktu seumur jagung, menjejak tanahmu membangun pagi, menyusun piramida bawah sadar yang menguap.Lelah, amarah, gegar, kecewa,sedih, riang menggadogado.
Selalu tersisa gemerlapmu ketika kubunuh rinduku padanya, halaman rumahku yang menggoda tuk hadir kan kuningnya savannah, hijaunya gunung, birunya teluk serta lepasnya laut ke horizon langit.Kau buatku kembali memujamu dengan angkuhmu, aroganmu yang sangat retro, kekejamanmu yang menyerigala dan segalanya tentangmu: tentang para pengemis, tentang bromocorah, tentang tikustikus, tentang ini tentang itu=semuanya dengan symbol dan label yang sama: miris mengiris…
Duhai Jakarta, telah kaupukau aku dengan undanganundangan operamu disini, cahayacahaya lampu panggungmu disana, kerlipkerlip komunitasmu dimanamana, belum lagi kerlapkerlap para bintang dan jetsetmu yang kosmo, dan aku dan upaya transformasiku anut gaya hidup, yang hijau, yang hitam, yang merah, atau yang kelabu? Hingga karibku yang berkarib dengan pembenci Jakarta, akan kibarkan bendera putih ketika ada saja, momenmomen yang tak tergantikan pilihannya, dan putuskan dirimu!!
Duhai, Jakarta…
Kau buatku mulai jatuh…
Jakarta, Nopember 2009
No comments:
Post a Comment